[masterslider id=”6″]
Kenaikan kasus obesitas pada era modern seperti sekarang ini perlu disoroti keberadaannya. Menurut WHO (World Health Organization), sekitar 1.9 miliar orang dewasa mengalami overweight dan 650 juta lainnya mengalami obesitas. Faktanya, mayoritas populasi manusia tinggal di negara-negara dimana kasus kelebihan berat badan dan obesitas membunuh lebih banyak orang dibanding kasus kekurangan berat badan atau underweight. Di lain sisi, tren Body Positivity sedang marak-maraknya di media sosial. Gerakan Body Positivity mengajak semua orang untuk mulai mencoba untuk “Self love” terlepas dari penampilan fisik mereka terutama bentuk tubuh. Tren ini tentunya sangat membantu banyak orang dalam meningkatkan kesehatan dalam segi mental dengan membangun kepercayaan diri akan tubuh mereka. Dengan maraknya gerakan Body Positivity di internet, wajar saja jika terdapat banyak kesalahpahaman akan konsep gerakan Body Positivity itu sendiri yang banyak beredar di media sosial. Hal ini menyebabkan perdebatan dimana-mana mengenai isu tentang apakah benar Body Positivity itu sepenuhnya membantu kesehatan mental seseorang atau malah mempromosikan obesitas yang tentunya buruk bagi khalayak banyak.
Obesitas merupakan kondisi dimana jumlah energi yang dikonsumsi oleh seseorang tidak seimbang atau terlalu banyak yang jika berlangsung terlalu lama dapat menyulitkan pasien dalam melakukan aktivitas fisik. Selain itu, obesitas juga bisa menjadi pemicu atau akar dari berbagai permasalahan kesehatan lainnya seperti sakit jantung, dan lain sebagainya. Orang yang obesitas pada umumnya memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak obesitas. Overweight adalah kondisi dimana adanya ketidakseimbangan jumlah energi berlebih yang dikonsumsi sehingga tubuh tampak lebih besar dari orang-orang pada umumnya tetapi belum memasuki tahap obesitas. Sejak dahulu banyak orang-orang yang menganggap “aneh” orang yang obesitas atau overweight dikarenakan bentuk tubuh mereka yang lebih besar. Orang-orang mulaimencemooh mereka dan menganggap mereka jelek karena tidak memenuhi kriteria orang-orang cantik atau “normal” karena tidak kurus.
Akhirnya pada tahun 2013, Tess Holliday, seorang plus-sized model sekaligus feminis membuat akun instagram dengan nama @effyourbeautystandars yang mengkampanyekan #effyourbeautystandars sebagai bentuk balasan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa wanita itu tidak cantik kalau memiliki ukuran tubuh diatas 10. Akun instagram yang dibuat oleh Tess Holliday bertujuan untuk mematahkan stereotip bahwa cantik itu harus kurus serta menyuarakan tentang pentingnya self love atas tubuh kita terlepas dari adanya bulu tubuh, bentuk badan, jerawat, selulit, tubuh yang tidak dapat berfungsi dengan normal, dan lain sebagainya. Ia percaya bahwa seseorang yang plus-sized pun bisa terlihat cantik dan tampil seksi. Sejak saat itu, gerakan Body Positivity mulai tersebar ke seluruh dunia lewat media sosial khususnya instagram. Ada pula gerakan seperti Fat Acceptance yang merupakan peranakan dari Body Positivity yang juga mulai populer di kalangan komunitas plus-sized hingga obesitas. Fat Acceptance merupakan sebuah gerakan atau sebuah “tempat” dimana komunitas plus-sized dan obesitas merasa disambut atau diterima khususnya di kalangan pengguna media sosial. Kedua gerakan ini sangat berperan besar dalam merubah pandangan banyak orang terhadap komunitas plus-sized dan obesitas.
“Penelitian telah mengakui bahwa orang yang lebih gemuk dianggap tidak bahagia, tidak percaya diri, tidak menarik, dan mengidentifikasi tingkat diskriminasi dan negatif yang besar terhadap kelebihan berat badan” (Almond, 2013, hlm. 197). Hal ini berpengaruh terhadap kesehatan mental dan fisik individu yang “plus sized”. Orang orang yang “plus sized” merasa membutuhkan validasi bahwa cantik tidak harus kurus yang akhirnya mereka dapatkan di kampanye Body Positivity serta Fat Acceptance ini. Namun lambat laun, kedua gerakan ini mulai lepas kendali yang disebabkan oleh adanya beberapa oknum yang jatuhnya malah lebih mempromosikan obesitas kepada khalayak banyak. Media sosial, khususnya penggunanya, tidak bisa dipungkiri lagi berperan besar dalam menormalisasikan hal ini (obesitas) di kalangan masyarakat. Hal ini berefek
terhadap mindset orang banyak. Masyarakat jadi salah kaprah dan mulai terlalu “nyaman” dengan mindset “cantik itu tidak harus kurus” dalam artian yang salah, sehingga pada akhirnya mereka malah ikut membantu menormalisasikan obesitas. Dengan ternormalisasikannya obesitas di kalangan masyarakat, banyak dari mereka yang malah jadi tidak mempedulikan porsi dari apa yang mereka konsumsi dan sebagian dari mereka pun ada yang menunjukan gejala Binge Eating Disorder (BED).
Pada dasarnya BED merupakan gangguan makan yang berbahaya dan mengancam jiwa yang dapat diobati, BED dapat ditandai dengan episode berulang dari aktivitas makan dimana orang tersebut sulit mengontrol kapan untuk berhenti. Ciri-ciri nya antara lain adalah makan sampai merasakan kenyang yang tidak nyaman, tetap makan walaupun saat tidak lapar secara fisik, makan sendiri serta merasa depresi atau bersalah di akhir. BED dikaitkan dengan peningkatan psikopatologi termasuk depresi dan gangguan kepribadian. Meskipun BED tidak selalu dimiliki oleh orang yang obesitas, tetapi kasus ini paling umum ditemukan pada komunitas obesitas dan mereka yang mencari bantuan akan melakukan pengobatan segera dengan yang profesional.
Sebagian orang yang telah menormalisasikan obesitas dan memiliki gejala BED banyak yang pada akhirnya sampai pada tahap obesitas yang akan berdampak buruk pada tubuh mereka. Obesitas mengarah ke gambaran lengkap dari sindrom metabolik seperti hipertensi, dislipidemia, adipositas dan mikroalbuminuria. Namun, sindrom metabolik juga mencakup manifestasi klinis obesitas android, yaitu toleransi glukosa terganggu, diabetes tipe II, dislipidemia, hipertensi, arteriosklerosis prematur, hiperurisemia, dan asam urat; androgenisme pada wanita menyebabkan osteoporosis dan albuminuria, hiperkoagulasi, defek fibrinolisis, sleep apnea, dan perlemakan hati.
Sebagian dari kasus-kasus obesitas ini bisa jadi dikarenakan oleh kesalahpahaman akan konsep dari Body Positivity yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri terhadap tubuh sendiri malah berubah menjadi sebuah gerakan
yang mendukung obesitas yang disebabkan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Tetapi, tentunya kita dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini terjadi supaya tidak ada lagi korban yang terkena dampaknya hanya dikarenakan oleh sebuah kesalahpahaman.
Pertama, bijaklah dalam berinternet. Kita harus berfikir kritis dan tidak
mengambil kesimpulan dari hal-hal yang beredar di media sosial secara mentah- mentah. Carilah kebenaran dari sesuatu yang kita terima untuk menghindarikesalahpahaman yang dapat merugikan banyak pihak seperti kasus kesalahpahaman yang telah dijelaskan diatas. Apabila tahu sesuatu tersebut itu buruk, maka jauhilah hal itu dan bantulah orang lain dengan meluruskan sebuah misconception yang beredar untuk meminimalisir dampak buruk yang dapat terjadi.
Selain itu, cintailah tubuh kita dalam artian cinta tubuh yang sehat. Semua bentuk tubuh itu indah selama tubuh itu sehat. Oleh karena itu, marilah kita menjaga kesehatan tubuh kita dengan menerapkan pola hidup sehat agar organ-organ di dalam tubuh pun dapat bekerja secara optimal. Ajak khalayak banyak untuk tetap mencintai tubuh masing-masing tanpa menormalisasikan obesitas yang faktanya terbukti dapat berdampak buruk bagi tubuh kita. Dengan ini, kita semua dapat menurunkan resiko obesitas di kalangan masyarakat serta dapat menurunkan faktor kematian yang disebabkan oleh obesitas atau penyakit-penyakit lain yang dapat dipicu oleh obesitas.
Gerakan Body Positivity memang terbukti benar sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang dalam membangun kepercayaan diri serta dapat mematahkan sedikit demi sedikit stereotip dan standar kecantikan yang tidak perlu. Tetapi hal yang berlebih tidaklah selalu bagus. Suarakanlah suaramu dalam kampanye Body Positivity, tetapi ingat batasan dengan apa yang harus disampaikan dan apa yang tidak agar misconception tentang Body Positivity yang menyebabkan beberapa oknum malah menormalisasikan obesitas ini dapat segera hilang. Yang terpenting adalah untuk mengedukasi banyak orang tentang obesitas
serta dampak yang dapat disebabkannya untuk meningkatkan self-awareness di kalangan masyarakat sehingga angka kasus obesitas pun dapat menurun.
DAFTAR PUSTAKA
(Jeklin, 2016)“Is Body Positivity Encouraging Obesity,” by The Doctors is in the
Public Domain, CC. (2020).
Tankovska, H. (2021). Number of global social network users 2017-2025.
Statista, June 2020, 2024–2025.
https://www.statista.com/statistics/278414/number-of-worldwide-social-
network-users/
.הכי קשה לראות את מה שבאמת לנגד העינים .הארץ ,2017.5.Title8 No). 2017. (בורשטיין ,ד
(בורשטיין ,2017(
(“Is Body Positivity Encouraging Obesity,” by The Doctors Is in the Public
Domain, CC., 2020)
Peyton, S. (2020). The Line between Body Positivity and Glorifying Obesity.
Journal of Ecological Approach to Obesity and Eating Disorder